Sabtu, 04 April 2020

Frekuensi Jejak Inspirasi VI (Menulis Momen Spesial )

Kali ini kita berada pada frekuensi jejak inspirasi dengan tema “Menulis Momen Spesial”seperti judulnya suguhan yang disajikan juga membawa kita menikmati momen pembelajaran yang berbeda. Bapak Munif Chatib memperkenalkan diri sekaligus memberikan materi dengan media video, melalui channel youtube miliknya. Pa Munif yang dikenal sebagai Penulis Best Seller dengan karya-karya fenomenalnya yakni “Gurunya Manusia” dan “Sekolahnya Manusia” juga merupakan Dosen FKIP UNUSA Surabaya, Ceo Next Edu, Konsultan pendidikan.Dan Direktur Sekolah model SCHOOL OF HUMAN Cibubur yang juga pengembang Multiple Intelligences Research (MIR).



Vidio berdurasi kurang lebih 13 menit ini mampu menghipnotis kita untuk menyimak dengan baik materi yang diberikan. Suara Pak Munif  yang khas diiringi musik instrumental yang menenangkan menjadi daya tarik tersendiri untuk hanyut memahami setiap kalimat-kalimat penjelasan yang Pak Munif sampaikan. Simple tapi bermakna itulah yang disuguhkan Pak Munif Chatib dalam vidionya.

Pak Munif dalam slide vidionya memulai penjelasan tentang momen spesial. Apa sih momen special itu? Momen spesial itu sebenarnya adalah kejadian khusus yang terjadi antara guru dan siswa baik dalam kelas maupun di luar kelas, yang tak terlupakan seumur hidup. Momen spesial ini bisa meliputi banyak hal, diantaranya ada 3 perubahan besar yang berarti yakni:
1.      Perubahan Motifasi : dari yang awalnya tidak berminat menjadi berminat atau sebaliknya.
2.      Perubahan Kemampuan : yang awalnya tidak mampu menjadi bisa atau sebaliknya.
3.      Perubahan Sikap : yang tadinya tidak disiplin menjadi disiplin dan sebagainya
Inilah makna moment spesial dan ketika kita mengajar kita harus peka terhadap momen special.

Ketika kita mengajar tidak lari dari 3 perubahan ini dan ini bisa terjadi pada tahapan pendahuluan inti ,atau penutup. Pada 3 tahapan pembelajaran ini bisa berpeluang untuk terjadinya momen special, yang merupakan  bahan baku untuk menulis dan guru tidak boleh kering dari bahan baku untuk menulis.

  Mengapa moment special  harus ditulis?
1.      Pembaca tak akan lupa seumur hidup, karena berpotensi untuk masuk dalam memori jangka panjang.
5 Pintu pembuka untuk masuk ke memori jangka panjang, Jika kita belajar Neurosains kita akan belajartentang ke lima pintu ini.yaitu
  • -      First experience. Pengalaman perta masuk memori jangka panjang Kita cek saja   Semua pengalaman pertama yang kita lalui pasti tak  terlupakan
  • -       Relevance : Relevan / berkaitan materinya dengan diri siswa atau satu kelas,kalo   tdk berkaitan pasti akan hilang.
  • -          Rehearsal,  hal yang diulang-ulang
  • -      Emotional, emosi yang diaduk aduk, ada perasaan bahagia, takut, benci, panic ,    bahagia ,dll, yang digodok itu emosi. Emosional itu adalah perasaaan yang bermacam macamdari suka maupun duka.Rahasianya pada saat kita mulai  dari apersepsi dan penutup. Metode apapun akan memjadi hidup dan emosional ketika awal dan akhirnya keren.Apalagi kita bisa menghubungkan materi ajar dengan kejadian yang dialami siswa siswi kita secara personal. Sebagai contoh ,Pak Munif pernah mengajar di SD kelas 2 di Sidoarjo Jawa Timur, ketika terjadi lumpur lapindo. Beliau menggunakan apersepsi tentang bencan tersebut dan beberapa siswa menangis sebab rumah keluarga mereka ada yang terkena bencana.
  • -         Survival, bagaimana mengajar yang mempunyai unsur bertahan dalam hidup,untuk keselamatan hidup. Atau kejadian yang tidak normal dari biasanya itu termasuk  survival.
Nah, Jadi kita harus peka ketika mengajar. Jika dalam pembelajaran kelima ini harus ada.kalo tidak setelah mengajar ,bel bordering, ilmu juga waalaikum salam.
2.      Potensi menjadi tulisan yang dibaca ,dikenang,dishare dan dicari
3.      Mudah ditulis dengan artikel-artikel bebas, jadi tidak ketat dengan aturan

Bagaimana tahapan menulis momen special ?
1.       Catat atau rekam kejadian momen spesail pada saat terjadi, jangan di tunda.
Jadi kalo kita ngajar ketemu dengan momen-moment special ,apakah momen special itu hadir dipendahuluan, isi atau penutup, apakah problem motifasi ,kemampuan atau sikap, maka catat atau rekam frasenya.
2.       Elaborasi, Mencari data pendukung terhadap moment special, fakta atau bertanya atau tambahkan imajinasi kita.
3.       Menulis dalam bentuk artikel bebas

Diskusi berlanjut, meski tak berbalas langsung dengan beliau namun setiap pertanyaan yang kami sampaikan tersampaikan lewat Om Jay dan langsung dijawab Bapak Munif tanpa terkecuali, semua pertanyaan menginspirasi ,Jawaban Pak Munif juga sangat memotifasi dan memberi ruang tersendiri dalam hati, karna benar Materi yang disampaian merupakan momen special yang tak terlupakan dan membawa kita mengenang segala hal yang mengesankan dalam pembelajaran.

Sebagai tambahan ilmu hasil rangkuman pertanyaan teman teman inilah jawaban jawaban yang menambah khasanah pengetahuan kita.
·         Dari sebuah kalimat momen special, bisa dikebangkan menjadi beberapa paragraf. Banyak cara. Menurut Pak Munif , mulailah dengan mengidentifikasi masalahnya apa, Caritahu penyebabnya, Cari tahu dampak jika masalah tidak diselesaikan.,hikmah kejadian itu apa?
·         Perbanyaklah latihan.Coba setelah mengajar bertanyalah kepada diri kita sendiri
1. Apakah ada siswa yang tidak memperhatikan pelajaran kita? Kenapa?
2.Apakah ada siswa yang membantah kita? Kenapa?
Jadi cara menumbuhkan special momen dengan memperhatikan karakter negative yang terjadi dikelas.Percayalah kita lebih mudah mengamati karakter negative dari pada yang positif.Masih Ingat kata kata orang bijak: JANGAN TAKUT SALAH, SEBAB ITULAH JALAN UNTUK MENDAPATKAN KEBENARAN. Bahkan momen negatif lebih kuat muatan emosionalnya,hanya  saja kejadian dan nama gunakan inisial saja.
·         Tulis saja dulu, harus yakin kalau tulisan kita sendiri enak dibaca. Nanti pada saat edit ,barulah kita mulai menulis terlebih dahulu, Boleh juga dengan meminta teman untuk membaca dan meminta pendapatnya. Menurut Pak Munif jika kita sudah menulis, itu  adalah 80% keberhasilan.Sedangkan 20% nya adalah belajar memperbaiki tulisan kita.

Nah, Ini contoh momen special dari Pak Munif seperti apa ceritanya silahkan larut dalam artikel special momen ini.

80 MENIT DI KELAS NERAKA
* Oleh Munif Chatib

 Handphone berdering. Seorang teman, kepala sekolah, meminta waktu saya untuk dapat mengajar di SMP, tepatnya di kelas 8 B. Beliau mengatakan agar sekali dayung tiga empat pulau terlampau. Pak Munif mengajar dengan strategi multiple intelligences, para guru nanti mengobservasi. Setelah itu dibahas bersama dalam pelatihan guru. Saya menyetujui dengan senang hati. Namun keringat dingin menjalar, ketika saya tanya mengapa harus SMP Kelas 8 B?

“Itu kelas paling nakal, siswanya tidak bisa diatur. Hampir semua guru kewalahan mengajar di kelas itu. Siswanya tidak menghargai guru. Membuat ‘geregetan’ guru dan akhirnya semangat guru menurun kala harus mengajar di kelas tersebut. Dan temanya adalah ‘MENGHORMATI GURU’,” jawab kepala sekolah tersebut. Saya cuma bisa menelan ludah. Membayangkan mengajar tema menghormati guru di kelas yang semua siswanya paling tidak mau menghormati guru.Tak sabar menunggu subuh, saya mulai membuat lessonplan.

 Tepat pukul 08.00 saya sudah berada di sekolah tersebut. Dengan ditemani kepala sekolah, saya mendapatkan informasi yang ‘mengerikan’ tentang kondisi siswa di kelas tersebut.

“Kami, para guru sudah habis-habisan, namun hasilnya masih tidak seberapa. Dengan cara apalagi?” keluh kepala sekolah.

Beberapa guru bergantian cerita pengalama yang mengerikan ketika mengajar di kelas tersebut. Sembari menyebutkan beberapa nama yang termasuk ‘biang kerok’ kelas tersebut. Kaptennya adalah si Malik, sang ketua kelas. Namanya mirip dengan nama malaikat penjaga neraka. Tanpa sadar, teman-teman guru telah membangun tembok-tembok penghalang antara saya dengan anak-anak di kelas 8 tersebut. Tembok penghalang itu terasa memenuhi kepala saya.

Terdengar bunyi bel pertanda pergantian guru. Diiringi beberapa guru, saya menaiki tangga lantai 2. Saat melangkah saya berusaha merobohkan tembok-tembok penghalang yang memenuhi isi kepala saya. Akhirnya tepatlah saya berdiri di depan pintu kelas ‘panas’ tersebut. Dengan mengucapkan bismillah, saya memasukinya sembari saya buang semua gambaran negatif tentang siswa di kelas itu. Saya membayangkan semua siswanya baik, dapat di ajak kerja sama. Tidak ada siswa yang nakal dan kurang ajar. Semua siswa tersebut pasti akan mau menjadi sahabat saya. Dan mereka mau dengan rela mengikuti pelajaran ini. Lalu target materi tuntas. Saya melakukan ‘positive thinking’ di depan kelas tersebut.

Dan benar, saat di dalam kelas, saya menatap wajah mereka satu persatu. Wow luar biasa, saya melihat wajah-wajah siswa yang haus akan ilmu pengetahuan. Wajah-wajah yang haus sentuhan pengajaran yang manusiawi. Saya memperkenalkan diri dengan cara yang unik dan meminta semua siswa mengenalkan diri dengan menyebut cita-citanya 15 tahun lagi. Hampir semuanya ingin menjadi pemain bola. Tak lupa saya langsung mendoakan mereka agar Allah mengabulkan cita-cita mereka.

“Amiiiiiiin,” serentak mereka menjawab.

 Alhamdulillah, menit-menit awal saya merasa berhasil mengambil hati anakanak ‘unik’ ini. Saya tambah semangat menggilir siswa-siswa tersebut tenggelam dalam profesi masa depannya. Saya bertanya kepasa setiap siswa, mengapa ingin menjadi pemain bola. Walhasil tidak ada satupun siswa yang diam. Ternyata satu hal yang penting, anak-anak yang katanya nakal ini ternyata mempunyai mimpi, mempunyai harapan, berarti mereka mempunyai motivasi untuk belajar.
”Anak-anakku, 30 menit ke depan kita akan berdiskusi. Untuk itu saya membutuhkan seorang notulen dan moderator.

Kalian dibagi menjadi 4 kelompok, terserah terbagi atas dasar apa, pokoknya ada unsur persamaannya.
Sebagai moderator saya sendiri dan notulennya saya minta dari kalian yang tulisannya bagus.”

Langsung Nasyirudin angkat tangan, siap menjadi notulen. Saya meminta semua seisi kelas memberi tepuk tangan kepada Nasyirudin.

“Nasyirudin, keberhasilan pelajaran ini 75% tergantung kepada kelihaian kamu merangkup proses dan hasil diskusi ini,” saya menegaskan.

“Siap Pak Munif,” jawab Nasyirudin dengan semangat sembari menyiapkan buku tulis dan pulpennya.

 “Hanya 10 detik, waktu kalian hanya 10 detik untuk membentuk 4 kelompok. Satu, dua tiga ...,” perintah saya setengah berteriak. Maklum sudah kadung terbakar.

 Praktis kelas ribut dan subhanallah tepat 10 detik, kelas sudah terbagi menjadi 4 kelompok dengan 4 nama yang dibuat mereka sendiri. Saya tambah yakin kehadiran saya benar-benar diterima oleh mereka. Lalu saya meminta setiap siswa membuka halaman kosong di buku tulisnya masing-masing. Lalu saya minta mereka menuliskan satu nama guru mereka, yang selama ini mereka anggap negatif. Apakah guru itu tidak menyenangkan, sering menyakitkan hati, atau lainnya, pokoknya yang negatif.

“Tulis satu nama guru kalian tepat ditengah kertas. Lalu di sampingnya beri tanda tanya besar. Lalu tutup kembali buku tersebut. Nanti di akhir pelajaran kita akan buka kembali,” kata saya.

Mereka berpikir sejenak. Ada yang tersenyum, saling menoleh kepada temantemannya. Ada yang geleng-gelang kepala. Saya merasa ada penghalang dan saya tahu itu. Mereka tidak enak dengan guru mereka yang sedang duduk di belakang kelas. Langsung saya berkata,

“Anak-anakku, jika guru tersebut ada di belakang kelas kita, tidak apa-apa. Tulis saja lalu tutup. Tidak akan pernah ada yang tahu.”

 Rupanya kata-kata saya seperti menjadi penenang buat para siswa. Dan tak lama kemudian mereka semua selesai menulis satu nama itu. Memang dengan berat sekali nama itu ditulis.

 Saya memulai diskusi dengan melemparkan sebuah masalah kepada semua kelompok. Masalahnya adalah apa saja penyebab kebanyakan siswa tidak suka kepada guru, sehingga mereka tidak menghormati guru. Apa saja penyebabnya.

“Waktu hanya 10 menit, diskusikan apa saja penyebabnya. Lalu wakil per kelompok maju untuk presentasi.” Luar biasa, belum 10 menit mereka sudah rampung menyelesaikan masalah pertama. Yang membuat saya dan teman-teman guru terhenyak adalah presentasi setiap kelompok.

 “Yang membuat guru tidak menyenangkan adalah sering memerintah mencatat terus
   sampai tangan saya capai.”
 “Sering marah tanpa ada sebab.”
 “Tidak boleh ke toilet.”
 “Cerewet.”
 “Sering memberi tugas berat.”
 “Kalau ada siswa berantem, malah di adu.”

Saya tahu suasana kelas tiba-tiba menjadi tegang. Betapa tidak, di belakang mereka adalah guru-guru mereka. Kelas tersebut menjadi ajang curhat. Untuk mencairkan suasana, saya meminta semuanya bertepuk tangan. Masalah pertama telah selesai, dan si notulen dengan giat terus menulisnya. Saya menantangnya dengan masalah kedua.

 “Coba diskusikan lagi masalah kedua. Apa yang harus kalian usulkan kepada para guru agar masalah pertama tidak terjadi. Sehingga hubungan antara siswa dengan guru menjadi harmonis.”

 Kembali kelas ramai berdiskusi. Dan mereka kembali melakukan presentasi yang luar biasa. Perhatikan apa sebenarnya yang diinginkan para siswa kelas ‘terheboh’ itu.
“Mestinya kami lebih banyak diperhatikan oleh guru.”
 “Mestinya kami sering diajak bicara oleh guru.”
 “Mestinya kami lebih sering diajak membuat kesepakatan-kesepakatan.”
 “Mestinya guru harus percaya kepada kami, tanpa mencatat berlembar-lembar, kami
   mau belajar.”
 “Apa mungkin guru mengunjungi rumah kami, agar tahu kami ini adalah keluarga yang     
   tidak lengkap.”
                          Dan klimaksnya, terlontar pernyataan:
 “Mestinya kami harus disamakan dengan anak yang lain. Tidak dicap nakal.”

 Saya langsung meminta mereka serius dalam menjawab pertanyaan pamungkas dari saya.

“Apa jika keinginan kalian dipenuhi, di kelas ini akan terjadi keadaan yang harmonis antara guru dengan kalian? Apakah kalian mau dengan rela dan ikhlas memandang guru kalian seperti orangtua kalian layak yang dihormati?”

 Mereka serempak menjawab ‘mau’ dan mengangguk. Lalu saya menuliskan di papan tulis untuk di salin oleh siswa di buku tulisnya. Saya menggunakan metode mind map untuk mencatat. Saya tulis di tengah-tengah MENGHORMATI GURU. Lalu saya tarik garis ke atas dengan frase ARTI HORMAT (WHAT). Lalu garis menyamping MENGAPA GURU DI HORMATI (WHY). Dan garis ke bawah SELANJUTNYA BAGAIMANA (WHAT NEXT)? Pada frase ARTI HORMAT, saya tarik garis-garis cabang antara lain kerjasama, saling percaya, memberikan respon positif, tanggung jawab, dan bicara yang santun. Sedangkan pada MENGAPA GURU DIHORMATI?, saya menarik cabang-cabang antara lain merekalah pemberi ilmu, pengubah perilaku negatif, pengajar cara berpikir, sumber profesi dan menyelamatkan dunia dan akhirat. Puncaknya pada frase WHAT NEXT?, dengan tegas saya tulis, harus mengikuti pelajaran, menyelesaikan target belajar, berterima kasih kepada guru dan memohon maaf secepatnya jika mempunyai salah.

 Dengan antusias semua siswa mencatat mind map di buku tulisnya. Ada yang berbeda dari biasanya. Mereka menulisnya dengan posisi landscape dan dimulai dari tengah. Saya menantang siswa untuk nanti malam di salin kembali ke dalam kertas gambar A3 dengan warna warni. Setelah selesai mencatat, saya bertanya,

 “Apakah kalian enjoy dengan mencatat model seperti ini? Capai gak?”

 “Asyiikkk, gak capai ...,” jawab mereka serempak.

Lalu saya minta mereka membuka kembali kertas yang berisi nama guru yang tidak disukai, yang mereka tulis di awal belajar. Kembali saya meletupkan emosi mereka.

“Coba adik-adik, bayangkan wajah guru yang kalian tulis. Ada tanda tanya disana. Apa maksudnya? Tidak lain adalah pertanyaan yang harus kalian jawab dengan hati kecil kalian. Apa benar mereka cerewet? Apa benar mereka galak? Sehingga tidak kalian sukai atau bahkan membencinya. Apa benar? Coba jawab dengan nurani kalian. Setelah kalian tahu merekalah yang akan menyelamatkan dunia dan akhirat kalian.Merekalah yang berusaha cita-cita kalian terwujud, yang ingin jadi pemain bola, dokter, pelaut bahkan pembalap. Apa kalian sadar, dari guru yang namanya kalian tulis itulah keinginan kalian akan mulai terwujudkan. Lalu apa pantas sekarang kalian mengatakan mereka tidak menyenangkan? Ayo bagi yang merasa masih punya hati, silahkan berdiri, bangkit, temui guru yang kalian tulis tersebut.


Ucapkan permohonan maaf yang benar-benar dari hati. Kapan lagi kalau tidak sekarang. Ayo berdiri cari guru kalian. Dan selanjutnya, ada airmata yang mengucur antara guru dan siswa. Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT, saya berhasil menutup 80 menit mengajar dengan cantik. Siswa memahami pengertian tentang sikap menghormati, mengapa guru harus dihormati dan bagaimana cara siswa menghormati guru dalam kehidupan sehari-hari.

*Disadur dari buku Gurunya Manusia, karya Munif Chatib

Tonton juga Vidio Pembelajaran dari Pak Munif Chatib , melalui Channel Youtube MunifChatib jangan lupa komen like dan subscribe ya...


2 komentar:

  1. mari kita ciptakan momen belajar yg berkesan di kelas kita, https://youtu.be/fjEA2LXgPGk

    BalasHapus

POSTINGAN LAINNYA